Jumat, 26 September 2008

KEKERASAN

Dunia adalah sejarah kekerasan. Sejak Magna Charta tahun 1215 dikumandangkan dan hak asasi manusia ditempatkan, maka darah ternyata tak berhenti tertumpah. Revolusi Perancis memakan korban. Perang Dunia I dan II yang memusnahkan kemanusiaan mendasar. Perang Vietnam, Irak, kejahatan kemanusiaan di Serbia dan Rwanda. Bahkan, jauh sebelum itu, suku Indian di Amerika Serikat di awal kemerdekaannya dimusnahkan dan suku Aborigin di Australia juga ditindas. Dan kini, dipenghujung 2008, semua sepakat untuk kembali ingin menegakkan HAM dan menjaminnya---tanpa ada kepastian apakah itu akan terealisasi konsisten.
Dengan begitu, kita---Indonesia---bukan satu-satunya bangsa yang punya sejarah kekerasan. Semua sejarah dunia penuh kekerasan. Makanya, kasih Tuhan menghampiri manusia dengan mengirim para Nabi mengingatkan bahwa kekerasan bukan hakikat manusia sebenarnya. Manusia diciptakan baik adanya.
Masa depan harus dikontruksi kembali sebagai masa tanpa kekerasan. Kekerasan dalam bentuk apapun, sikap, kata-kata atau tindakan. Untuk itu, damai sungguh indah.
Tapi itu tentu perlu proses. Perlu waktu dan sistem yang sanggup membuat sinyal menangkal kekerasan dan melembagakan perdamaian. Demokrasi, saya pikir, bisa jadi alternatif. Sebab, jika demokrasi melembaga, semua perbedaan yang biasanya berujung dengan kekerasan dapat diselesaikan di meja makan dengan penuh damai serta cinta kasih. Demokrasi mengasumsikan pilar kebebasan, kesetaraan dan keadilan yang dibingkai oleh hukum yang progresif dan mampu menyalurkan potensi kekerasan ke arah perbaikan kualitas kehidupan yang lebih baik. Harapan senantiasa terbuka bagi insan yang percaya bahwa perdamaian sebuah kata yang bisa menjadi nyata.

Kampus

Kampus atau sering disebut universitas, bisa dimaknai tempat orang menggali keuniversalan ilmu. Kampus memiliki tradisi, empati pada rakyat kecil, menjadi jembatan antara penguasa dan rakyat serta tempat ilmu pengetahuan berkembang. Dari zaman Yunani Kuno hingga kini, ilmu pengetahuan selalu ditakuti. Sebab, sejatinya, bila ia direalisasikan dengan otentik, maka kebenaran akan hadir bersamanya. Kita ingat bagaimana tragedi Socrates meminum racun hanya untuk mempertahankan komitmennya bahwa sejelek apapun negara, ia tetap dijunjung tanpa mau menukar dengan kebenaran yang ditakuti oleh negara.
Kampus tentu memiliki kebiasaan. Salah satunya, kekuatan bahasa dan ekspresi dalam menyampaikan pikiran serta kebenaran. Dan seperti pelbagai komunitas yang ada di muka bumi, kekuatan tadilah yang mencitrakan kampus berbeda dengan yang lain.
Dengan demikian, jika kampus tidak lagi memproduksi ilmuwan dan cendikia, terjebak kekerasan dan ketidaksantunan, terlibat perselingkuhan nafsu kekuasaan, maka dapat diprediksi itulah awal kehancuran suatu bangsa. Sebab, kampus adalah lambang pendidikan tertinggi yang tentu memiliki tabiat dan karakter dengan pendidikan di luar kampus maupun di bawah level kampus.
Kesemua citraan kampus di atas tidak berarti kampus menjadi menara gading. Sebab, sumber dan mata air kampus adalah rakyat yang tertindas dan kampus berjuang bersama mereka yang tertindas dengan bahasa dan tradisi serta senjata argumentasi yang telah mengakar sehingga mengidentifikasi dirinya. Inilah tugas berat kita semua.

Selasa, 23 September 2008

merajut peradaban

Bagi saya, peradaban sangat erat terkait dengan bagaimana kita meletakkan sebuah kedisiplinan untuk merasionalitaskan cara berpikir, mengakomodasi agama dan etika serta terbuka terhadap perubahan juga perbedaan. Untuk itu, ada ikhtiar agar peradaban terbentuk dengan semakin berkualitas.
Indonesia, sayangnya, masih belum memaksimalkan diri untuk merajut peradaban. Banyak cacat epistemologi sana-sini dan sering dijadikan justifikasi sehingga tumpul ketika berhadapan dengan tantangan masa depan. Mungkin, kita perlu berbicara serius tentang visi masa depan sehingga memberi arah dan ruang untuk semakin lebih baik.
Memang, kehidupan amat kompleks dan tidak sederhana. Tapi harapan selalu terbuka dan cara terbaik menghadapi semua adalah dengan "menghadapinya" dan bukan menghindar. Semua butuh proses---rangkuman manifestasi antara sabar dan bekal cukup berupa wawasan. Sehingga masa datang bukan lagi zombie tapi justru peluang untuk menampilkan yang terbaik.

etika

Sejak blog ini dibuka untuk publik, rasanya ada kebanggaan juga meski sedikit-sedikit, terdapat tanggapan sana-sini. Dari riset pribadi, pembaca blog ini nampaknya lebih banyak yang pasif daripada yang aktif memberikan komentar.
Namun begitu, rasanya kita perlu juga membuat aturan etika berblogger ria. Pertama, saya amat terbuka kritik dan apapun curhat, namun baiknya dituturkan dengan santun. Ini untuk merawat tradisi intelektualitas yang mendasarkan diri pada saling menghormati dalam pluralisme. Kedua, sebaiknya menghindari topik SARA yang bisa menjadi bahan peledak konflik. Misalnya, identifikasi teroris dengan Islam, tentu akan membuka keran-keran percekcokan besar. Sebab, terorisme adalah penyimpangan yang tidak pernah dilegitimasi oleh satu agama-pun. Dan, perdefinisi terorisme juga tergantung sudut pandang. Pertanyaan dasar misalnya, mengapa hanya Islam yang diidentikan dengan teroris, lalu Amerika Serikat bagaimana?Padahal senyatanya telah membumi hanguskan Irak tanpa izin PBB dengan alasan adanya pemusnah massal di Irak dan itupun tidak ditemukan. Bukankah semua perang tanpa legalitas adalah teroris? Demikian juga Israel, sebuah negara yang main bajak negara Palestina yang telah eksis sebelumnya. Dengan begitu, topik SARA seperti ini akan memancing kemarahan dan perdebatan tiada habisnya. Untuk itu, saya rasa kita cukupkan.
Ketiga, saya amat terbuka terhadap inovasi, gagasan yang mampu saling dishare untuk menajamkan peradaban bangsa ini.
Semoga aturan main sederhana ini dapat kita jalani bersama.
salam
Mihradi

Minggu, 07 September 2008

rahasia infaq 2,5 persen

Islam bagi saya agama rahmatan lil alamin dan memiliki sejuta misteri luput dari kalkulator. Yang teralami misalnya rahasia infaq 2,5 persen dari rizki kita, entah honor, pendapatan atau apapun. Dahysat, banyak pintu rizki terbuka ketika 2,5 persen dikeluarkan karena itu hak orang miskin.
Logika sederhana saya, jika Allah ingin memperhatikan kita, maka kita juga perlu merawat dan memperhatikan ciptaannya sehingga terjadi hubungan timbal balik sinergis. Manakala itu dilakukan, kita bisa berbisnis atau berkontrak dengan Allah dan meminta sepenuh hati dengan ikhlas. Dahsyat, semua misteri yang tak bisa diraba akal.
Saya kira, itulah yang rupanya yang dijalani Ustadz Yusuf Mansyur. Misteri infaq

Selasa, 02 September 2008

puasa

Puasa bagi saya adalah instrumen refleksi, menghitung dosa dan berusaha merenung untuk masa depan lebih baik.
Memang, manusia adalah helai daun yang lemah, hanya bergantung pada ILLAHI, potensi kita mengada.
Puasa adalah proses memelihara kesitegangan antara transedensi dan imanensi, antara cemas dan harapan, dan puasa belajar menjadi otentik.
begitu, puasa menurutku.

Senin, 01 September 2008

dari pelatihan hak asasi

27-28 Agustus 2008, saya dapat kepercayaan dari pemda kota bogor untuk menjadi peserta sosialisasi panitia rencana aksi hak asasi manusia tingkat provinsi jawa barat. Nginep di hotel naripan bandung dan bersama diriku dari kota bogor pak wasyanto dari LP Pledang.
Acara padat. Malam tanggal 27, pembukaan oleh asisten tata pemerintahan. Pagi tanggal 28 dari 7.30 sampai jam 18.00 materi. Ada kajian mengenai kaitan hukum dan demokrasi dalam perspektif ham yang dibahas oleh Prof. I Gede Pantja Astawa dari Unpad, diikuti materi hak ekosob dari Yesmil Anwar SH MH Unpad dan masalah penyusunan Perda oleh Biro Hukum Setda prop. Jawa Barat serta dari anggota panitia perlindungan saksi memberikan materi hak sipol.
Kesimpulan pentingnya bahwa HAM tidak berada di ruang tertutup. Ia berinteraksi dengan semua elemen. Ia mesti dipastikan eksistensinya dijamin dalam konteks negara hukum dan sekaligus kehadirannya juga melibatkan partisipasi publik. Nilai-nilai yang terkandang didalam berbagai instrumen ham baik Deklarasi HAM PBB, berbagai kovenan, konstitusi hingga perundang-undangan harus ditegakkan secara konsisten. Panitia Ranham memiliki peran strategis untuk itu.
Lepas dari yang serius diatas, di daerah dekat naripan hotel, kalau malam hari ada tempat hebat makanan yang oke punya. Makanan rumahan tapi dipinggir jalan dengan 20 ribu saja dapet daging, tempe orek, telor dan jeruk hangat, asik banget dan enak. Hak asasi juga khan untuk makan ditempat enak.

Pengalaman Mengajar di Atma Jaya

Seperti biasa, dosen seperti pasukan perang, siap ditempatkan dimanapun dan kreatif "mengokang senjata". Kali ini, saya dapat satu kelas matakuliah hukum otonomi daerah di fakultas hukum unika atma jaya sebagai asisten Dr. Hj Dwi Andayani BS, SH MH.
Menarik, mengajar di atma jaya jakarta. Pertama, masuk kuliahnya jam 7 pagi, praktis seusai bedug shubuh (jam limaan) pagi, saya meluncur ke atma. Kedua, mahasiswanya plural dan beraneka prilaku. Ada yang serius. Ada yang kadang becanda dengan temannya, yang sering kusindir dengan autis. Tapi, wajar, di semua kampus, mahasiswa model seperti itu selalu ada.
Bagi saya, mengajar adalah berbagi dan menimba ilmu. Berbagi, karena berbagai pengetahuan yang diolah berdasarkan literatur dan pengalaman berjumpa realitas kemudian dibagi pada mahasiswa. Menimba ilmu karena setiap pertanyaan mahasiswa adalah ruang untuk diolah dan direfleksikan sehingga kita selalu gemetar pada sesuatu yang baru.
Seperti biasa juga, mahasiswi cantik selalu juga ada. Namun yang esensial adalah bagaimana mahasiswa Indonesia mampu---bukan hanya tampang keren---tapi juga mengabdikan diri pada negeri ini dengan amat berkualitas keilmuannya.
Demikian curhat hari ini.