Jumat, 21 November 2008

Corporate Social Responsibility dan BUMN

Terbitnya UU No.40 Thn 2007 tentang PT, membawa paradigma perubahan pengelolaan perusahaan. Salah satunya, di Pasal 74 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT (selanjutnya disingkat UUPT 2007) terdapat kewajiban bagi PT yang mengelola sumber daya alam maka diwajibkan melakukan program model Corporate Social Responsilibilty (CSR) yang disebut tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ketentuan ini memberikan sanksi bagi pelanggarnya dan program CSR harus dianggarkan dari komponen biaya perusahaan. Adapun teknisnya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah (PP).
Timbul problem, bagaimana ketentuan UUPT 2007 diterapkan pada badan usaha milik negara (BUMN). Sebab, selama ini, sesuai dengan pelbagai ketentuan di BUMN, mulai dari UU No.19 Tahun 2003 hingga Permeneg BUMN No.05/2007, terdapat kebijakan untuk BUMN PT agar melakukan program kemitraan dan bina lingkungan yang anggarannya dikenakan dari laba perusahaan. Apakah program kemitraan dan bina lingkungan dapat dikategorisasikan ke dalam CSR.
Bagi penulis, meskipun ada perbedaan pengaturan dan sedikit konsepsi mengenai CSR dan program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) di BUMN berbentuk PT, namun filosofinya terdapat kesamaan yakni adanya komitmen dan tanggung jawab sosial dari entitas bisnis PT untuk peduli pada masyarakat dan lingkungan hidup. Dengan begitu, seharusnya tidak menjadi problem yuridis, artinya BUMN yang berbentuk PT dapat tetap mempertahankan PKBL yang dapat diasosiasikan dengan CSR.
Terlepas dari pergumulan di atas, namun terdapat progresitivitas di dalam konsepsi pengelolaan PT yang tidak hanya berorientasi pada profit semata namun juga diberi tanggung jawab sosial untuk membangun dimensi kemasyarakatan dan lingkungan melalui serangkaian kegiatan konkrit dan terukur. Paling tidak, terdapat strategi komperhensip di mana keberadaan perusahaan besar juga mampu memberikan manfaat pada publik sekitarnya, karena dalam konteks statistik, usaha kecil menengah yang berjumlah sekitar 78 persen dari seluruh usaha yang ada, dipastikan mendapat manfaat dari program CSR atau PKBL,

Minggu, 16 November 2008

Destinasi Pariwisata Berwawasan Lingkungan

Strategi maksimalitas potensi wisata merupakan wahana berpeluang untuk menjadi andalan dalam konteks ke-indonesia-an. Indonesia kaya objek wisata. Hampir setiap daerah memiliki sesuatu yang dapat diunggulkan.
Problem epistemologinya adalah kebutuhan grand design yang benar-benar komperhensip nampak masih belum memadai. Makassar, misalnya, masih berkonsentrasi bagaimana infra struktur pendukung destinasi pariwisata dibenahi dan diperkuat. Bandara diperbagus, jalan tol dibuat baik dan dukungan lainnya.
Hal lain lagi yang mendesak dalam konteks pariwisata adalah bagaimana mendorong regulasi komperhensip agar pariwisata juga memperhatikan dimensi sustainable dan berperspektif lingkungan. Untuk itu, sebuah komitmen dan koordinasi lintas intansi untuk menguatkan hal tadi merupakan keniscayaan.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, saya pikir, merupakan institusi yang memiliki tugas berat untuk mensinergikan pelbagai instansi terkait untuk mengkontruksi pariwisataberwawasan lingkungan. Sebab, terdapat beberapa kegiatan wisata yang tidak selalu dibawah otoritasnya. Misalnya, wisata alam yang dilakukan di hutan lindung yang dibawah otoritas institusi departemen kehutanan.
Mungkin ini persoalan waktu dan manajemen. Namun, juga bisa jadi, problem intergritas dan komitmen. Lepas dari itu, ikhtiar harus dirancang agar terjadi pembangunan pariwisata yang mampu memberikan kemakmuran sekaligus turut menyelamatkan lingkungan. Pemanfaatan yang seiring dengan konservasi bisa jadi menjadi alternatifnya.

Selasa, 11 November 2008

MAKASSAR

Dari minggu 9 nopember hingga rabu 12 nopember saya mendapat kesempatan berkunjung keduakalinya ke makassar dalam rangka studi kasus dari riset di bawah konsultan yang mendapat pekerjaan dari departemen kebudayaan dan pariwisata berkenaan dengan destinasi pariwisata berwawasan lingkungan. Pertama ke makassar dalam projek advokasi legislasi partisipatif sambil bulan madu...hehehe (sembari mengerjakan projek satu pulau terlampaui). Kali ini, sambil riset, juga tour ke objek wisata dan mengkaji kebijakan pemerintahan makassar. Pada saat ini, saya menulis blognya rabu 12 nopember dari makasar. Beruntung, riset kali ini saya berpatner dengan seorang ahli wisata dan lingkungan lulusan S2 geografi lingkungan UGM, dan s1nya dari NHI Pariwisata namanya Lintang Ayu.
Ada beberapa hal yang menarik. (1) Makassar kini bandar udaranya oke banget, mewah dengan memadukan unsur adat dan masih terus membangun. Infrastruktur tolnya berjalan baik sehingga tidak macet. (2) destinasi pariwisata dalam konteks obyek wisata di kota makassar masih belum terbenahi memadai, meski potensi ada, seperti pantai losari, benteng roterdam, benteng sombo opu dan ada 12 pulau yang menarik seperti pulau khayangan. Dari wawancara dengan pihak Bappeda, Makassar tengah konsentrasi membangun infrastruktur dan menciptakan suasana nyaman bagi wisman dulu dan memadukan pusat-pusat ekonomi terlengkap seperti mall untuk mengcover masyarakat Indonesia timur untuk tidak perlu ke jakarta dalam berbelanja. Mereka juga ternyata memiliki ketentuan menarik berkenaan dengan anak jalanan dan gelandangan dimana terdapat larangan mengemis dan pidana bagi yang memberi pengemis namun pengemis dibolehkan mengemis hanya ditempat ibadah. Selain itu, pemerintah pro aktif memberikan dana bergulir di kelurahan untuk mengurangi kemiskinan dengan mendorong pemberdayaan masyarakat dalam berusaha kreatif. (3) pantai losari tengah dibangun berbagai dak dermaga untuk menjadi ruang publik terbuka yang tidak boleh dibuat bangunan namun untuk masyarakan bercengkrama, sementara PKL ditertibkan dengan berkonsentrasi disatu tempat. Tentu saja, kebijakan ini juga menimbulkan pro kontra. Saya ngobrol dengan aktivis LSM anti kemiskinan yang tengah menegosiasikan dengan pemerintah untuk membangun kawasan pemukiman di kota untuk masyarakat miskin namun tertata. Tentu dalam demokrasi, hal ini penting untuk terjadi sebuah keseimbangan paradigma di dalam aliran developmentalisme.
Bagi saya, Makassar punya magnet. Belum kulinernya, saya coba hampir beberapa yang top :conro, sop saudara, iga bakar, ikan kakap bakar, pokoknya asik. Kulinernya sangat didominasi rempah-rempah dan minim bumbu, entah itu garam atau terasi untuk sambal, dan ini merupakan karakteristik kuliner makassar.
Makassar terus membangun dan tengah menjadi tujuan berbagai kegiatan politik sehingga infrastruktur dibangun terus menerus percepatannya.
Sayang, jam 3 sore saya harus berpisah hari rabu ini dari makassar yang indah....hehehe.....
(satu lagi tanah dan jalan lebar-lebar di makasar dan tertib, kendaraan dan orang kalah luas dengan lahan jadi asik lihat dimata hehehe)

Kamis, 06 November 2008

Eksplorasi Cinta

Bogor lagi diterkam hujan. Tak heran, jika larut dalam kenangan sehingga menggores sedikit ujaran bebas soal eksplorasi cinta.
Bagi saya, cinta adalah himpunan dari totalitas otentik kita untuk mengapresiasi "orang lain" hingga ke "ruang terdalam" dan menyerahkan emosi kita dan dia dalam perikatan yang menakjubkan. Cinta model ini tentu tidak ada urusan dengan "birahi' yang dilarang uu pornografi. Cinta seperti ini adalah cinta membebaskan, yang satu sama lain saling merindukan dan berbagi, baik di pengalaman manis maupun asin.
Tentu, setiap orang dalam konteks cinta pasti punya "soulmate"-nya. Tapi itu tidak berarti menegasikan dan meneguhkan bahwa cinta dengan begitu mudah dipahami. Mungkin, bagi saya, cinta seperti lagu jazz, enak dinikmati, sulit dijelasi. Kalaupun saya mencoba mereka-reka definisi, hanya usaha kecil dari kaum the man in the street agar cinta mudah dibedah dan diotak-atik.
Sayangnya,cinta sejati, apapun dan pada siapapun, seringkali mampirnya langka. Ia seperti meteor yang melejit sana-sini. Dan, ketika menikah pun, mungkin idolalisasi cinta sejati bisa jadi mulai muram. Namun, apapun dan pada siapapun juga bagaimanapun, berusaha mencintai dengan apa adanya, dengan putih kapas jiwa kita "kayaknya" lebih menarik dan harus dipahatkan dalam prasasti kemanusiaan kita. Karena kita tidak sempurna maka mencinta dalam ketidaksempurnaan adalah pengalaman paling ajaib yang mungkin sejarah bagi kita semua. Who Knows....