2008 bila kita bermusahabah (mengevaluasi diri) pasti hidup penuh dinamika. Ada luka-suka. Ada cemas juga malas. Namun, 2008 ditutup datangnya zionis zalim Israel yang dengan mudah mematahkan kodrati kemanusiaan sebagai insan beradab. Palestina luka.
Luka serupa dalam kapasitas berbeda juga dialami PKL Jakarta. Ditertibkan dan dipaksa jika masih mau usaha di Blok M Square dengan ongkos sewa mahal.
Semua luka. Akses keadilan gelap.
Tapi, karena kita punya harapan. Karena Illahi menengok pada pihak termarjinal. Karena iman itu lebih mahal dari segalanya, maka doa dahsyat kita dengan kuat dihunjam, MOGA 2009 LEBIH BAIK DARI INI SEMUA.
Luka bertumbuh mekar dan berharap berubah menjadi suka. Seperti sukanya anak muda bertemu pasangan dicintanya. Seperti bahagianya Rabiah Al Adawiyah merindukan KekasihNya, Allah Taala, seperti tangis kita bersimpuh disajadah menyesali dosa yang kelewat banyak.
Allah Yang Tahu atas misteri di ruang gelap batin kita yang paling kelam dan terpojok sana. Wallahualam bis sawab
Selasa, 30 Desember 2008
Minggu, 07 Desember 2008
Potensi PAD Bogor
Kemarin, Prof. Edi Mulyadi di depan DPRD Kota Bogor menggelontorkan gagasan bahwa PAD Bogor masih bisa didonkrak. Baginya, harusnya, kemacetan menjadi berkah bagi bogor. Sebab, dari parkir saja sudah berapa rupiah yang dapat ditangguk. Belum jika kebon raya dapatdirebut dari LIPI ke Pemda Bogor. Belum lagi, jumlah SPBU yang belum tentu laporan pajaknya benar-benar otentik karena harus diakurkan dengan D.O-nya yang dipesan dari pertamina.
Bahkan, yang lebih menarik dari pemikiran beliau, PKL jika dibuat tertib, diberi kios dan kemudahan, maka dengan retribusinya bisa melahirkan omzet PAD berlipat.
Sayang, nampaknya konservatisme masih menjamur. Kalangan dewan mengeluh, PAD bogor segitu-gitunya terus. Bagi saya, kita butuh terobosan agar PAD Bogor meningkat--kotanya yang saya maksud, dan diawasi penggunaannya untuk kepentingan publik yang luas.
Bahkan, yang lebih menarik dari pemikiran beliau, PKL jika dibuat tertib, diberi kios dan kemudahan, maka dengan retribusinya bisa melahirkan omzet PAD berlipat.
Sayang, nampaknya konservatisme masih menjamur. Kalangan dewan mengeluh, PAD bogor segitu-gitunya terus. Bagi saya, kita butuh terobosan agar PAD Bogor meningkat--kotanya yang saya maksud, dan diawasi penggunaannya untuk kepentingan publik yang luas.
Usaha Kecil dan Menengah
Pada 3 Desember lalu, saya mengikuti seminar tentang penerapan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN. Salah satu pembicara adalah dari departemen koperasi dan usaha kecil dan menengah, kalau tidak salah, pak priambodo namanya.
Ada hal menarik. (1) Usaha Kecil Menengah (UKM) secara statistik merupakan usaha yang mencapai hampir 90 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. (2) asumsi statistik ini makin menarik ketika dalam praktik, UKM, seperti pedagang kaki lima (PKL) justru malah diberantas dimana-mana dengan alasan ketertiban tanpa disediakan alternatif untuk berdagang layak. Kita justru terlalu "mengabdi" pada 10 persen usaha besar yang kini sebagian besar nafasnya menanti ajal akibat serangan krisis finansial global. (3) tanpa disadari, pemda di seluruh Indonesia umumnya "khilaf" bahwa PKL tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika ia ditata, diberi kios layak dengan harga terjangkau lalu dikenakan retribusi, dijamin, mereka adalah potensi penghasilan asli daerah (PAD) yang paling dahsyat...melebihi mall-mall dan supermarket yang seringkali pandai memanipulasi pajak. (4) Keberpihakan memang mulai terasa dengan berbagai program pemberdayaan UKM seperti PNPM, PKBL, kredit lunak dan sebagainya tapi itu akan kontraprestasi dengan praktik pemberantasan PKL di atas. (4) manajemen kalbu yang arif dan sensitif terhadap masalah publik kiranya kunci sukses dari pemimpin yang ingin membangun kotanya tidak sekedar hanya "pekerjaan rutin" tanpa inovasi.
Dahsyat....andai semua bisa dibangun dengan mantra sim sala bim saja. Tapi, memang hidup adalah perjuangan....
Ada hal menarik. (1) Usaha Kecil Menengah (UKM) secara statistik merupakan usaha yang mencapai hampir 90 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. (2) asumsi statistik ini makin menarik ketika dalam praktik, UKM, seperti pedagang kaki lima (PKL) justru malah diberantas dimana-mana dengan alasan ketertiban tanpa disediakan alternatif untuk berdagang layak. Kita justru terlalu "mengabdi" pada 10 persen usaha besar yang kini sebagian besar nafasnya menanti ajal akibat serangan krisis finansial global. (3) tanpa disadari, pemda di seluruh Indonesia umumnya "khilaf" bahwa PKL tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika ia ditata, diberi kios layak dengan harga terjangkau lalu dikenakan retribusi, dijamin, mereka adalah potensi penghasilan asli daerah (PAD) yang paling dahsyat...melebihi mall-mall dan supermarket yang seringkali pandai memanipulasi pajak. (4) Keberpihakan memang mulai terasa dengan berbagai program pemberdayaan UKM seperti PNPM, PKBL, kredit lunak dan sebagainya tapi itu akan kontraprestasi dengan praktik pemberantasan PKL di atas. (4) manajemen kalbu yang arif dan sensitif terhadap masalah publik kiranya kunci sukses dari pemimpin yang ingin membangun kotanya tidak sekedar hanya "pekerjaan rutin" tanpa inovasi.
Dahsyat....andai semua bisa dibangun dengan mantra sim sala bim saja. Tapi, memang hidup adalah perjuangan....
Langganan:
Postingan (Atom)