Kamis, 26 Februari 2009

NEGARA HUKUM DEMOKRATIS HABERMAS

Habermas, pernah menulis dalam buku between fact and norm tentang bagaimana basis komunikasi menjadi penting dan strategis dalam konteks negara hukum demokratis. Sebenarnya, Habermas hanya mencoba memperkuat proyek modernitas yang meyakini negara hukum demokratis merupakan jawaban untuk bertahan di dera tantangan menuju hidup lebih baik. Namun Habermas prihatin. Pertama, negara hukum sering direduksi sekedar hukum produk politik an sich tanpa melacak apakah proses pembentukannya benar-benar demokratis. Kedua, demokrasi tergelincir sekedar dari pemilu ke pemilu, lalu substansi demokrasi yakni pembebasan dan legitimasi serta keleluasaan ruang publik sering malah termarjinalkan.
Baginya, yang perlu ditimban, bagaimana membangun diskursus demokrasi deliberatif yakni suatu konteks dimana wakil dan rakyat yang diwakilinya nyambung dalam gagasan dan aspirasi. Radikalisasi demokrasi boleh dibilang demikian. Untuk itu, pelbagai opini, demonstrasi dan penyampaian aspirasi harus dibaca dalam kerangka demikian. Tentu syarat dasar perlu dipenuhi. Pertama, tunduk pada hukum agar tidak anarki. Hukumnya pun harus demokratis. Kedua, ada kebebasan dalam share menyampaikan aspirasi dan Ketiga, beranjak dari rasionalisasi komunikasi dan bukan emosi.
Jujur--aku tak kuasa---saat terakhir kugenggam tanganmu....hehehe jadi inget lagunya siapa gitu.

2 komentar:

IRFAN mengatakan...

terpaksa, kita harus maklumi anomali demokrasi bangsa ini... mungkin ini konsekuensi dari demokrasi kita yg masih sangat muda...Sulit dibayangkan resiko apa yang kita terima jika kita mundur kebelakang atau bahkan maju secara kencang kedepan walaupun realitanya inersia itu masih ada dan nyata..

Mihradi Cendikia mengatakan...

Banyak sisi-sisi permakluman bagi demokrasi negeri ini. Namun, sering kita terlalu semangat dan kelewat gemas sehingga pengkonsolidasian demokrasi kalau perlu dikarbit pun dilakukan. entahlah...