Minggu, 13 April 2008

Pelestarian Hutan Rawa Gambut & Kayu Ramin

SAAT INI, krisis hutan rawa gambut dan kayu ramin memasuki babak yang cukup tragis. Pemerintah memasukkan dalam CITES Appendix III untuk kayu ramin sebagai species pohon yang mulai langka. Kayu ramin sendiri dihasilkan oleh hutan rawa gambut yang makin mengalami deforestasi meluas. Pembalakan liar semakin meneguhkan bencana ekologis ini. Pemerintah sendiri, untuk merespon hal dimaksud telah menerbitkan Kepmenhut No.127/Kpts-V/2001 tentang Moratorium Penebangan dan Perdagangan Kayu Ramin.
Problematikanya yakni, kebijakan pemerintah tidaklah komperhensip. Sebab, belum dilakukan kajian komperhensip berkenaan dengan ancaman kelangkaan kayu ramin, kondisi hutan rawa gambut dan seberapa besar kontribusi kerusakan diakibatkan oleh pembalakan liar atau juga oleh yang memiliki izin namun overeksploitasi. Akibat tidak utuhnya kajia komperhensip maka penerbitan keputusannya pun terkesan simptom belaka.
Memang, ada beberapa ketentuan terkait yang merumuskan untuk hutan rawa gambut dengan ketebalan tiga meter lebih merupakan kawasan lindung (Keppres 32/1990) yang tidak diperkenankan eksploitasi. Namun praktiknya, sering diterobos juga hal ini. Disisi lain, menurut M Faiz Barchia (2005) potensi lahan gambut untuk pertanian masih dimungkinkan namun harus diperhatikan karakteristik gambut sebagai lahan yang marjinal dan mudah terdegrafasi (fragile land).
Di masa depan, perlu ada komperhensip kajian yang kemudian dituangkan dalam kebijakan hukum spesifik mengenai hutan rawa gambut dan perlindungan terhadap kayu ramin. Hal ini untuk mewujudkan konsistensi kebijakan pembangunan lingkungan hidup yang berkelanjutan yang memadukan antara pemanfaatan ekonomi dan pelestarian lingkungan sebagaimana roh dari UU Lingkungan Hidup (23/1997) dan UU Kehutanan (43/1999).
(Renungan dari program kajian hutan rawa gambut proyek ITTO Bogor, Maret-April 2008).

Tidak ada komentar: