Jumat, 01 Agustus 2008

AFGHAN

Afghan, fenomena. Nyanyi dengan suara unik--seperti mau abis tapi terus dengan melankolik. Syairnya oke. Tampilannya dendy, kaca mata dan berlapis kemeja juga sweter. Lagi di gila-gilai.
Semua tentang cinta.
Ada lagu yang memikat saya, judulnya Sadis. Bertutur tentang gadis yang mempermainkan pria untuk manasin agar bisa kembali ke pacarnya. Si pria yang dipermainkan tidak bisa apa-apa. Hanya berdoa: "semoga Tuhan membalas".
Begitu juga sepertinya korupsi. Kita benar-benar dikurung olehnya dengan sadis. Ga bisa apa-apa. Hanya berharap agar Tuhan membalas.
Terlepas dari semua, Afghan menarik. Memikat dan memberikan pada kita sesuatu bahwa hidup harus otentik. Tidak mesti jadi siapa dan apa, namun jadi apa yang kita bisa dan inginkan.
Hidup afghan. Hidup cinta yang sejati tak pernah mati.

6 komentar:

y S g mengatakan...

ada apa dg afgan pak,
koq bisa seperti itu???
iya memang betul sadis banget kalau seperti itu, ga ada suatu penjelasan apapun untuk bisa menjelaskan suatu pembenaran untuk hal tersebut, hanya digunakan untuk memanasi, membandingkan, tapi mungkin bukan untuk mempermainkan,
dan memang benar kita hanya bisa menyerahka kepada TUhan dan berharap "smoga dibalas",
kalau kata ponakan saya "nti bial uhan nyang ales"
hidup memang harus otentik tdk berpura2 menjadi apa & siapa namun berusaha utk menjadi atau menggapai apa yg kita bisa atau diinginkan, dan selalu berusaha berusaha berusaha dan berusaha lagi

Mihradi Cendikia mengatakan...

pa yosa nampak terhanyut pula dalam kisah afghan, meski saya tetap membawa ke forum publik dengan representasi korupsi. tapi biar bagaimanapun hidup memang warna warni

Unknown mengatakan...

afgan gak salah apa2 kok dibawa2.. you know gw itu afganisme, jd jgn kau bawa2 idola gw apalagi sampe2 lirik2nya diterjemahin ke praktik korupsi..!!

Mihradi Cendikia mengatakan...

Bung Johannes, dalam dunia filsafat dikenal bahasa simbol. Ia bisa menggunakan interpretasi terhadap makna yang mungkin dianggap telah satu makna. Manusia adalah animal symbolicum, makhluk perajut simbol dan interpretatif. Mohon maaf, dalam konteks demokratisasi, semua menjadi berhak untuk menginterpretasi apapun sepanjang memiliki manfaat. Afghan bagi saya tidak hanya idol tapi bisa menjadi instrumen melalui liriknya untuk masuk kesesuatu tafsir atas teks tentang hal-hal publik, misalnya, korupsi. Tentu bukan dalam arti denotatif, afgan terkorelasi dengan hal-hal koruptif, namun hanya meminjam beberapa liriknya untuk mencoba menghadirkan pemaknaan baru dengan meminjam simbol-simbol kontemporer. Dalam tradisi filsafat ini lazim. Lihat saja buku Buber tentang Mc World versus Jihad. Menarik dari perspektif filosofis.
Jadi,izinkan saya tidak sependapat dengan bung yohannes tanpa perlu mendeskreditkan Afghan. Karena Afghan orang baik yang sayang jika dikeliru tafsirkan.

Niniezcapo mengatakan...

Assalamu'alaikum Pak Mihradi. WAh, good idea juga tuh kalo fenomena lagunya afgan dikorelasikan dgn korupsi di negara kita. but don't you think it's too romantic for heavy topics like politics?? this is only in my humble of opinion loh...no fence ^_^ oh ya,walopun tadi saya baru 1st time kuliah dgn Bapak,tapi interesting bgt loh. Can't wait for the next lecture with you. Oh ya,saya juga ada blog,tapi so far blum ada postingan yg memuat ttg hukum, maklum, blum cukup ilmunya,hehehe...tapi saya bakal merasa terhormat klo Bapak kpn2 mo mampir ke blog saya. See you. .beijos!! -Annissa, smt.1 hukum'08, Unpak-

Mihradi Cendikia mengatakan...

Walaikum salam Annisa.
Heemmm....bagi saya ini persoalan interpretasi. Saya hanya seneng masuk dari objek yang lagi trend sehingga terpikat khalayak mengomentari. Saya sieh orang biasa yang seneng saja terhadap hal-hal tidak biasa lalu memotretnya siapa tahu berkontribusi bagi "peradaban'...hehehe...kebesaran istilah kali yah....sukses buat annisa dan saya senang juga punya mahasiswa sekritismu.