Jumat, 17 Oktober 2008

Maman S Mahayana

Kali ini saya ingin menulis tentang sosok kritikus sastra Indonesia tergolong wahid yakni Maman S Mahayana dari perspektif subjektif seorang mantan mahasiswanya dan pengagumnya. Bisa jadi ini menjadi profil yang bisa ditafsir dan dipetik nilai-nilai manfaat.
Saya mengenal Pa Maman, begitu saya menyebutnya, ketika kuliah di fakultas hukum universitas pakuan. Semula, saya tidak begitu kagum dan kurang peduli. Pertama, karena tampilannya yang cuek---agak sedikit lusuh waktu itu--dengan tas selendangnya. Kedua, gaya mengajarnya yang tidak dahsyat amat.
Saya pun tidak terlalu dekat Pa Maman.
Kalau tidak salah, saya mulai dekat beliau saat di suatu senja di akhir studi saya di fakultas hukum, beliau mendekati saya. Ia menanyakan tulisan saya yang dimuat di buletin hukum unpak. Beliau memuji saya dan menyemangati menulis. Sebagai info dan sedikit narsis, saya boleh dibilang satu-satunya waktu itu mahasiswa yang bisa lolos menulis di buletin hukum unpak yang selain saya, semua penulisnya berstatus dosen.
Dari situ kami akrab dan saya mulai menggali info, siapakah beliau.
Akhirnya, dari pelbagai sumber dan dokumen, saya terpukau. Ternyata, puluhan buku telah ia tulis di bidang sastra dan diterbitkan pelbagai penerbit besar seperti gramedia, grasindo dan sebagainya. pelbagai penghargaan diraih, terakhir di pemerintah Malaysia dan Indonesia.Pernah pada saya diperlihatkan sekitar 3 kotak besar rak yang isinya kliping tulisan sastra beliau yang dimuat di semua media nasional besar (kompas, media indonesia, suara pembaruan dan sebagainya) belum yang lokal. Pa maman selalu menghasut saya, kapan nulis, mana artikelnya kok sudah lama tidak terbit di kompas, ayo buku khan tulisanmu, berkaryalah! Pemikiran Pa maman tanpa beliau sadari mungkin, mewarnai sastra Indonesia. Saya akhirnya tahu, bahwa beliau menyelesaikan studi S1 dan S2 di UI dan dosen sastra UI (selain di univ.pakuan) yang amat bersahaja.
hampir semua sastrawan besar kawannya. Rumahnya adalah markas bagi calon penulis ataupun para penulis sohor dari pelbagai lingkungan.
Meski begitu, pa maman tetap bersahaja. Candanya khas, menggelitik dan sambil menyeruput kopi dan rokok, ia selalu memprovokasi anak-anak muda dan dosen junior seperti saya untuk berkarya. Tidak ada batas.
Pa Maman tetap bersahaja hingga kini. Tidak nampak gurat sedikit pun keangkuhan. Gaya santai dan cuek, namun pikiran kritis dan menukik dalam persoalan sastra dan bahasa Indonesia, sebuah ruang yang lama memudar ditikam zaman. Moga saya dapat mengikuti jejaknya.

6 komentar:

Niniezcapo mengatakan...

menyoal post saya ttg pak Hernomo, sebelumnya nyuwun pangapunten pak karena saya dicekokin informasi itu dari senior. detik ini juga akan saya revisi dgn mengutip kata2 bapak yg layak untuk di post. terima kasih juga udah concern dgn tulisan2 saya yg masih belum ada apa2nya, nanti saya akan coba memposting tulisan2 yg berbau ilmiah sdikit, ya mosok mahasiswi fakultas hukum kok gak ada tulisan2 ttg hukum sedikitpun, hehehe...

utk soal backpacking, saya masih menimbang2 jadi pergi atau tidak. we'll see.

saya malah senang semakin banyak yg kritik n kasih masukan, berarti semakin banyak yg care dgn saya ^_^

anyway...pak Maman tuh ngajar apa ya? kayanya seru juga tuh kenal sama beliau.

sering2 mampir ya pak dan jgn bosan buat ngasih saya kritik n masukan! ^_^

Mihradi Cendikia mengatakan...

Niniez, hehehe. Gapapa. Informasi memang seliweran kadang akurasi menjadi kurang terawat. Soal pa hernomo, yah namanya info khan bisa kesesat. Tapi maklum saja, namanya juga ga tau khan.
Soal Pa Maman, ia pengajar--saya agak lupa kalau dikurikulum sekarang--ia waktu saya kuliah sih ngajar bahasa indonesia hukum sekarng mungkin plus metode penelitian hukum. Niniez, asli lho, pa maman tuch asik orangnya, meski reputasi nasional tapi bergaya gaul lokal dan sederhana banget. ga pernah milih sobat dan oke punya. ilmunya dalam. nah, kalau tidak salah, tiap kamis ia ada di kampus univ. pakuan, sapa saja. Otreh....sukses niniez,nanti saya mampir lagi di blogmu yang oke banget.

Unknown mengatakan...

jujur...
selain pak Mihradi dan Pa Robinson,, salah satu dosen yang menjadi Dosen favorit saya di pakuan adalah pa Maman.
Semoga saya juga dapat menjadi seperti Anda Semua....

Mihradi Cendikia mengatakan...

Sobat, dosen adalah makhluk biasa, punya kelemahan dan mungkin kelebihan, misalnya saya, jelas punya kelebihan dalam arti lemak yang menutupi perut. Semoga, lemak model itu tidak berpotensi ke penyakit diabetes atau ginjal. Karena itu, sedang dicoba dirajinkan olah raga. Tentu, obesitas dari statistik menjadi ancaman juga di Indonesia...hehehe...
tapi okelah, terima kasih kalau ada pujian, namun yang penting dari itu adalah komitmen untuk bersama-sama mengangkat almamater dengan prestasi di pelbagai bidang.

mahayana mengatakan...

Sdr. Mihradi
Terima kasih atas sanjungannya, meskipun sesungguhnya saya belum berbuat banyak untuk bidang saya: sastra Indonesia.
Salam
Maman S Mahayana

Mihradi Cendikia mengatakan...

Pa Maman, saya sungguh mengagumi bapak dan kehormatan bapak berkunjung di blog saya yang ala kadar ini hehehe...seperti biasa, suhu Maman Mahayana selalu merendah dengan puluhan karya buku dan tulisan, tetap saja bersahaja dan merasa belum banyak berbuat.Insya Allah semua menjadi pahala dan ibadah yang senantiasa mencurahi kita semua. Amien.