Selasa, 30 Desember 2008

Merenung Menuju 2009

2008 bila kita bermusahabah (mengevaluasi diri) pasti hidup penuh dinamika. Ada luka-suka. Ada cemas juga malas. Namun, 2008 ditutup datangnya zionis zalim Israel yang dengan mudah mematahkan kodrati kemanusiaan sebagai insan beradab. Palestina luka.
Luka serupa dalam kapasitas berbeda juga dialami PKL Jakarta. Ditertibkan dan dipaksa jika masih mau usaha di Blok M Square dengan ongkos sewa mahal.
Semua luka. Akses keadilan gelap.
Tapi, karena kita punya harapan. Karena Illahi menengok pada pihak termarjinal. Karena iman itu lebih mahal dari segalanya, maka doa dahsyat kita dengan kuat dihunjam, MOGA 2009 LEBIH BAIK DARI INI SEMUA.
Luka bertumbuh mekar dan berharap berubah menjadi suka. Seperti sukanya anak muda bertemu pasangan dicintanya. Seperti bahagianya Rabiah Al Adawiyah merindukan KekasihNya, Allah Taala, seperti tangis kita bersimpuh disajadah menyesali dosa yang kelewat banyak.
Allah Yang Tahu atas misteri di ruang gelap batin kita yang paling kelam dan terpojok sana. Wallahualam bis sawab

Minggu, 07 Desember 2008

Potensi PAD Bogor

Kemarin, Prof. Edi Mulyadi di depan DPRD Kota Bogor menggelontorkan gagasan bahwa PAD Bogor masih bisa didonkrak. Baginya, harusnya, kemacetan menjadi berkah bagi bogor. Sebab, dari parkir saja sudah berapa rupiah yang dapat ditangguk. Belum jika kebon raya dapatdirebut dari LIPI ke Pemda Bogor. Belum lagi, jumlah SPBU yang belum tentu laporan pajaknya benar-benar otentik karena harus diakurkan dengan D.O-nya yang dipesan dari pertamina.
Bahkan, yang lebih menarik dari pemikiran beliau, PKL jika dibuat tertib, diberi kios dan kemudahan, maka dengan retribusinya bisa melahirkan omzet PAD berlipat.
Sayang, nampaknya konservatisme masih menjamur. Kalangan dewan mengeluh, PAD bogor segitu-gitunya terus. Bagi saya, kita butuh terobosan agar PAD Bogor meningkat--kotanya yang saya maksud, dan diawasi penggunaannya untuk kepentingan publik yang luas.

Usaha Kecil dan Menengah

Pada 3 Desember lalu, saya mengikuti seminar tentang penerapan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN. Salah satu pembicara adalah dari departemen koperasi dan usaha kecil dan menengah, kalau tidak salah, pak priambodo namanya.
Ada hal menarik. (1) Usaha Kecil Menengah (UKM) secara statistik merupakan usaha yang mencapai hampir 90 persen dari total usaha yang ada di Indonesia. (2) asumsi statistik ini makin menarik ketika dalam praktik, UKM, seperti pedagang kaki lima (PKL) justru malah diberantas dimana-mana dengan alasan ketertiban tanpa disediakan alternatif untuk berdagang layak. Kita justru terlalu "mengabdi" pada 10 persen usaha besar yang kini sebagian besar nafasnya menanti ajal akibat serangan krisis finansial global. (3) tanpa disadari, pemda di seluruh Indonesia umumnya "khilaf" bahwa PKL tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika ia ditata, diberi kios layak dengan harga terjangkau lalu dikenakan retribusi, dijamin, mereka adalah potensi penghasilan asli daerah (PAD) yang paling dahsyat...melebihi mall-mall dan supermarket yang seringkali pandai memanipulasi pajak. (4) Keberpihakan memang mulai terasa dengan berbagai program pemberdayaan UKM seperti PNPM, PKBL, kredit lunak dan sebagainya tapi itu akan kontraprestasi dengan praktik pemberantasan PKL di atas. (4) manajemen kalbu yang arif dan sensitif terhadap masalah publik kiranya kunci sukses dari pemimpin yang ingin membangun kotanya tidak sekedar hanya "pekerjaan rutin" tanpa inovasi.
Dahsyat....andai semua bisa dibangun dengan mantra sim sala bim saja. Tapi, memang hidup adalah perjuangan....

Jumat, 21 November 2008

Corporate Social Responsibility dan BUMN

Terbitnya UU No.40 Thn 2007 tentang PT, membawa paradigma perubahan pengelolaan perusahaan. Salah satunya, di Pasal 74 UU No.40 Tahun 2007 tentang PT (selanjutnya disingkat UUPT 2007) terdapat kewajiban bagi PT yang mengelola sumber daya alam maka diwajibkan melakukan program model Corporate Social Responsilibilty (CSR) yang disebut tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ketentuan ini memberikan sanksi bagi pelanggarnya dan program CSR harus dianggarkan dari komponen biaya perusahaan. Adapun teknisnya diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah (PP).
Timbul problem, bagaimana ketentuan UUPT 2007 diterapkan pada badan usaha milik negara (BUMN). Sebab, selama ini, sesuai dengan pelbagai ketentuan di BUMN, mulai dari UU No.19 Tahun 2003 hingga Permeneg BUMN No.05/2007, terdapat kebijakan untuk BUMN PT agar melakukan program kemitraan dan bina lingkungan yang anggarannya dikenakan dari laba perusahaan. Apakah program kemitraan dan bina lingkungan dapat dikategorisasikan ke dalam CSR.
Bagi penulis, meskipun ada perbedaan pengaturan dan sedikit konsepsi mengenai CSR dan program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL) di BUMN berbentuk PT, namun filosofinya terdapat kesamaan yakni adanya komitmen dan tanggung jawab sosial dari entitas bisnis PT untuk peduli pada masyarakat dan lingkungan hidup. Dengan begitu, seharusnya tidak menjadi problem yuridis, artinya BUMN yang berbentuk PT dapat tetap mempertahankan PKBL yang dapat diasosiasikan dengan CSR.
Terlepas dari pergumulan di atas, namun terdapat progresitivitas di dalam konsepsi pengelolaan PT yang tidak hanya berorientasi pada profit semata namun juga diberi tanggung jawab sosial untuk membangun dimensi kemasyarakatan dan lingkungan melalui serangkaian kegiatan konkrit dan terukur. Paling tidak, terdapat strategi komperhensip di mana keberadaan perusahaan besar juga mampu memberikan manfaat pada publik sekitarnya, karena dalam konteks statistik, usaha kecil menengah yang berjumlah sekitar 78 persen dari seluruh usaha yang ada, dipastikan mendapat manfaat dari program CSR atau PKBL,

Minggu, 16 November 2008

Destinasi Pariwisata Berwawasan Lingkungan

Strategi maksimalitas potensi wisata merupakan wahana berpeluang untuk menjadi andalan dalam konteks ke-indonesia-an. Indonesia kaya objek wisata. Hampir setiap daerah memiliki sesuatu yang dapat diunggulkan.
Problem epistemologinya adalah kebutuhan grand design yang benar-benar komperhensip nampak masih belum memadai. Makassar, misalnya, masih berkonsentrasi bagaimana infra struktur pendukung destinasi pariwisata dibenahi dan diperkuat. Bandara diperbagus, jalan tol dibuat baik dan dukungan lainnya.
Hal lain lagi yang mendesak dalam konteks pariwisata adalah bagaimana mendorong regulasi komperhensip agar pariwisata juga memperhatikan dimensi sustainable dan berperspektif lingkungan. Untuk itu, sebuah komitmen dan koordinasi lintas intansi untuk menguatkan hal tadi merupakan keniscayaan.
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, saya pikir, merupakan institusi yang memiliki tugas berat untuk mensinergikan pelbagai instansi terkait untuk mengkontruksi pariwisataberwawasan lingkungan. Sebab, terdapat beberapa kegiatan wisata yang tidak selalu dibawah otoritasnya. Misalnya, wisata alam yang dilakukan di hutan lindung yang dibawah otoritas institusi departemen kehutanan.
Mungkin ini persoalan waktu dan manajemen. Namun, juga bisa jadi, problem intergritas dan komitmen. Lepas dari itu, ikhtiar harus dirancang agar terjadi pembangunan pariwisata yang mampu memberikan kemakmuran sekaligus turut menyelamatkan lingkungan. Pemanfaatan yang seiring dengan konservasi bisa jadi menjadi alternatifnya.

Selasa, 11 November 2008

MAKASSAR

Dari minggu 9 nopember hingga rabu 12 nopember saya mendapat kesempatan berkunjung keduakalinya ke makassar dalam rangka studi kasus dari riset di bawah konsultan yang mendapat pekerjaan dari departemen kebudayaan dan pariwisata berkenaan dengan destinasi pariwisata berwawasan lingkungan. Pertama ke makassar dalam projek advokasi legislasi partisipatif sambil bulan madu...hehehe (sembari mengerjakan projek satu pulau terlampaui). Kali ini, sambil riset, juga tour ke objek wisata dan mengkaji kebijakan pemerintahan makassar. Pada saat ini, saya menulis blognya rabu 12 nopember dari makasar. Beruntung, riset kali ini saya berpatner dengan seorang ahli wisata dan lingkungan lulusan S2 geografi lingkungan UGM, dan s1nya dari NHI Pariwisata namanya Lintang Ayu.
Ada beberapa hal yang menarik. (1) Makassar kini bandar udaranya oke banget, mewah dengan memadukan unsur adat dan masih terus membangun. Infrastruktur tolnya berjalan baik sehingga tidak macet. (2) destinasi pariwisata dalam konteks obyek wisata di kota makassar masih belum terbenahi memadai, meski potensi ada, seperti pantai losari, benteng roterdam, benteng sombo opu dan ada 12 pulau yang menarik seperti pulau khayangan. Dari wawancara dengan pihak Bappeda, Makassar tengah konsentrasi membangun infrastruktur dan menciptakan suasana nyaman bagi wisman dulu dan memadukan pusat-pusat ekonomi terlengkap seperti mall untuk mengcover masyarakat Indonesia timur untuk tidak perlu ke jakarta dalam berbelanja. Mereka juga ternyata memiliki ketentuan menarik berkenaan dengan anak jalanan dan gelandangan dimana terdapat larangan mengemis dan pidana bagi yang memberi pengemis namun pengemis dibolehkan mengemis hanya ditempat ibadah. Selain itu, pemerintah pro aktif memberikan dana bergulir di kelurahan untuk mengurangi kemiskinan dengan mendorong pemberdayaan masyarakat dalam berusaha kreatif. (3) pantai losari tengah dibangun berbagai dak dermaga untuk menjadi ruang publik terbuka yang tidak boleh dibuat bangunan namun untuk masyarakan bercengkrama, sementara PKL ditertibkan dengan berkonsentrasi disatu tempat. Tentu saja, kebijakan ini juga menimbulkan pro kontra. Saya ngobrol dengan aktivis LSM anti kemiskinan yang tengah menegosiasikan dengan pemerintah untuk membangun kawasan pemukiman di kota untuk masyarakat miskin namun tertata. Tentu dalam demokrasi, hal ini penting untuk terjadi sebuah keseimbangan paradigma di dalam aliran developmentalisme.
Bagi saya, Makassar punya magnet. Belum kulinernya, saya coba hampir beberapa yang top :conro, sop saudara, iga bakar, ikan kakap bakar, pokoknya asik. Kulinernya sangat didominasi rempah-rempah dan minim bumbu, entah itu garam atau terasi untuk sambal, dan ini merupakan karakteristik kuliner makassar.
Makassar terus membangun dan tengah menjadi tujuan berbagai kegiatan politik sehingga infrastruktur dibangun terus menerus percepatannya.
Sayang, jam 3 sore saya harus berpisah hari rabu ini dari makassar yang indah....hehehe.....
(satu lagi tanah dan jalan lebar-lebar di makasar dan tertib, kendaraan dan orang kalah luas dengan lahan jadi asik lihat dimata hehehe)

Kamis, 06 November 2008

Eksplorasi Cinta

Bogor lagi diterkam hujan. Tak heran, jika larut dalam kenangan sehingga menggores sedikit ujaran bebas soal eksplorasi cinta.
Bagi saya, cinta adalah himpunan dari totalitas otentik kita untuk mengapresiasi "orang lain" hingga ke "ruang terdalam" dan menyerahkan emosi kita dan dia dalam perikatan yang menakjubkan. Cinta model ini tentu tidak ada urusan dengan "birahi' yang dilarang uu pornografi. Cinta seperti ini adalah cinta membebaskan, yang satu sama lain saling merindukan dan berbagi, baik di pengalaman manis maupun asin.
Tentu, setiap orang dalam konteks cinta pasti punya "soulmate"-nya. Tapi itu tidak berarti menegasikan dan meneguhkan bahwa cinta dengan begitu mudah dipahami. Mungkin, bagi saya, cinta seperti lagu jazz, enak dinikmati, sulit dijelasi. Kalaupun saya mencoba mereka-reka definisi, hanya usaha kecil dari kaum the man in the street agar cinta mudah dibedah dan diotak-atik.
Sayangnya,cinta sejati, apapun dan pada siapapun, seringkali mampirnya langka. Ia seperti meteor yang melejit sana-sini. Dan, ketika menikah pun, mungkin idolalisasi cinta sejati bisa jadi mulai muram. Namun, apapun dan pada siapapun juga bagaimanapun, berusaha mencintai dengan apa adanya, dengan putih kapas jiwa kita "kayaknya" lebih menarik dan harus dipahatkan dalam prasasti kemanusiaan kita. Karena kita tidak sempurna maka mencinta dalam ketidaksempurnaan adalah pengalaman paling ajaib yang mungkin sejarah bagi kita semua. Who Knows....