Selasa, 05 Juni 2012

OLIGARKI-KARTEL KORUP

KONSTITUSI selalu memimpikan dan menghendaki yang terbaik bagi warganya. Negara hukum sekaligus demokratis (Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945), misalnya. Menciptakan masyarakat adil dan makmur (alinea kedua Pembukaan UUD 1945). Semua adalah janji dan sumpah yang menjaga marwah negara yang didirikan dengan darah dan air mata. Pendiri bangsa ini (the founding and mothers) mengantarkan bangsa menuju gerbang kemerdekaan hanya karena dilandasi niat mulia. Mewariskan republik bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


Kini, sumpah dan janji suci itu dikhianati. Tidak terhitung politisi, eksekutif hingga penegak hukum yang terjerembab ke ranah korupsi. Kriminalitas seperti ini bukan kejahatan biasa. Kejahatan “super” yang menghabisi peradaban bangsa hingga ke titik nol.

Oligarki-Kartel

Bila memotret dari sisi politik hukum, kontribusi terbesar rusaknya republik ini berawal dan berakhir ketika landasan kekuasaan politik dibangun di atas politik oligarki-kartel. Oligarki adalah sejenis bentuk kekuasaan, hasil pemerosotan demokrasi, yang membangun dirinya melalui politik transaksional antar segelintir elite hanya untuk memburu “komisi” atau “rente”. Instrumennya adalah kartel, suatu “mufakat jahat” membagi, memilah dan mendesain ruang publik hanya untuk kepentingan kelompok-kelompok tertutup yang anti publik. Mereka menampilkan diri seolah-olah “demokratis” dan “suci” dari korupsi. Namun, di balik media dan kamera, mereka berbagi lahan, komisi, percaloan, dan hasil curian lain sembari menutupi dosa diantara mereka. Dusta adalah bagian dari sumpah matinya.

Tak heran ketika ada masyarakat memaki-maki politisi yang diduga sebagai koruptor, maka bagi mereka tidak berdampak apa-apa. Sebab, bukankah bohong, dusta dan aniaya adalah modus mereka. Inilah yang perlahan-lahan mulai terbongkar dari “kicauan” seorang Nazarudin, mantan bendahara partai terbesar di negeri ini.

Politik oligarki-kartel mendorong negara melakukan dua hal. Pertama, membengkokan penegakan hukum yang adil. Kedua, mementahkan capaian demokrasi dan mencampakannya ditempat paling hina. Dua hal tadi merupakan pilar penyangga mengapa republik ada. Bila pilar ini runtuh, maka negara akan musnah, minimal dari segi klaim etis legitimasinya.

Masyarakat Madani

Dalam suasana mencekam sebagaimana dipaparkan di atas, maka kita butuh perubahan. Penulis yakin, itu hanya dapat dimulai dari masyarakat. Masyarakat yang bukan sembarang masyarakat. Masyarakat yang mengorganisir daya kritisnya dan tertransformasi menjadi masyarakat sipil atau masyarakat madani.

Masyarakat madani harus dikonstruksi. Dengan pendidikan publik yang mencerdaskan. Penajaman artikulasi komunikasi yang kritis. Kesemuanya dapat dimediasi melalui agen-agen perubahannya, yakni lembaga swadaya masyarakat, kampus dan pers. Tiga pilar ini yang diduga masih bisa diharapkan dengan beberapa catatan.

Pertama, kemandirian dan integritas merupakan prasyarat niscaya. Bila pers hanya “merdeka” dari suap tapi tidak mandiri dari “owner” misalnya dalam menjalankan fungsinya, maka ia akan gugur sebagai agen perubahan.

Kedua, konsistensi di dalam menyuarakan kepentingan publik. Konsistensi ini diuji waktu dan dirawat oleh komitmen. Butuh proses panjang sehingga mendapat kepercayaan publik, sebuah modal yang mahal di era korup ini.

Ketiga, menanggalkan kepentingan kelompok yang dapat merusak marwah publik. Bagian ini tidak mudah karena pada hakikatnya, karakter bangsa ini adalah selalu hidup dalam komunitas atau kelompok. Namun, agen perubah harus dapat menjaga jarak terhadap kelompok yang justru bertentangan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas.

Ketiga hal di atas merupakan prasyarat bagi siapapun yang hendak membantu negara yang murung ini untuk kembali pada amanat pendiri bangsa ini. Menciptakan masyarakat adil-makmur. Semoga!

1 komentar:

Mihradi Cendikia mengatakan...

Oligarki kartel dalam partai politik merupakan hal niscaya bila tidak ada perubahan paradigma dimana basis ideologi mensejahterakan publik seharusnya menjadi orientasi dan menyederhanakan mekanisme, sistem dan desain kepartaian sehingga logistik yang potensial kriminalistik dapat dieliminasi