Kamis, 14 Juni 2012

Radar Bogor 11 Juni 2012 Pemberitaan Mihradi

Senin, 11 Juni 2012 , 12:01:00
Politisasi Lemahkan Penegakan Hukumhttp://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=97043
 
BOGOR-Sejak reformasi digaungkan 14 tahun lalu, salah satu yang diharapkan mahasiswa dan masyarakat pada masa itu adalah perubahan dalam bidang hukum.

Sejak rezim Orde Baru berkuasa selama 32 tahun, penegakan hukum seolah-olah berjalan sia-sia karena adanya campur tangan penguasa. Dimana, terdapat sistem yang tidak berjalan sebagaimana mestinya karena penegak hukum dikendalikan kepentingan sesaat yang merusak proses peradilan.

Hal itu terungkap dalam dialog ilmiah bertema Memandang Wajah dan Gairah Hukum dan Politik Indonesia Saat Ini, di Aula Soepomo gedung Fakultas Hukum Universitas Pakuan (Unpak), belum lama ini. Hadir sebagai pembicara, Akademisi Universitas Paramadina, Bima Arya Sugiarto serta Praktisi Hukum Tata Negara Unpak, Muhammad Mihradi.

Bima mengatakan, proses legislasi dan penegakan hukum masih sangat dipengaruhi tarik-menarik politik. Kekuatan pragmatisme dan politik uang bahkan masih mengendalikan proses penegakan hukum di Indonesia.

“Lemahnya penegakan hukum terjadi karena adanya politik saling kunci dari aktor politik. Para aktor politik dan penegak hukum tidak mampu menjadikan hukum sebagai panglima karena kebanyakan memiliki dosa politik dan cenderung saling melindungi satu sama lain,” bebernya.

Ia menilai, biaya pilkada yang mahal pun telah menjadikan kepala daerah pemenang tersandera oleh kekuatan pemodal. Padahal semestinya, kepala daerah hanya berutang kepada pemilihnya yaitu rakyat.

Terungkap juga bahwa seorang kandidat bupati bisa menghabiskan dana hingga puluhan miliar dalam pilkada dan ratusan miliar untuk gubernur. “Saat ini sudah sangat mendesak untuk dilakukan penyempurnaan perundangundangan untuk mengatur transparansi dan pembatasan pembelanjaan dana kampanye politik,” tandasnya.

Sementara itu, Mihradi berpendapat bahwa politik dan hukum harus kembali ke akar moralitasnya, yakni keadilan dan kepentingan bersama. Sebab, masa depan hukum dan politik ditentukan aktor pelakunya yang kompeten dan mampu untuk melembagakan nilai-nilai dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.

“Saya sepakat bahwa perubahan harus didorong tidak saja secara aspek struktural, namun juga kultural dan indvidual,” pungkasnya.(rur)
 
 

Tidak ada komentar: