Kamis, 14 Juni 2012

Parpol Abaikan Pendidikan Politik

R Muhammad Mihradi
 
 


 
Sabtu, 28 April 2012 , 09:51:00
http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=94195
 
 
 
CIBINONG-Partai politik (parpol) berkewajiban memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, sesuai dengan undang-undang. Bahkan, untuk melaksanakan pendidikan ini, parpol mendapatkan kucuran dana dari APBN/APBD. Sayangnya, pengelolaan dana tersebut dinilai tidak jelas, sehingga kewajiban memberikan pendidikan politik pun dipertanyakan.

“Sepengetahuan saya, pendidikan politik dalam parpol sangat tidak jelas dan tidak memadai.Indikatornya, krisis rekrutmen calon pemimpin,” ujar Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Pakuan, R Muhammad Mihradi.

Menurut dia, minimnya pendidikan politik juga dikuatkan dengan kenyataan banyaknya anggota dewan yang minim kapasitas dan kualitas. Termasuk pula ketiadaan visi dan ideologi parpol yang propublik dan teruji secara empirik. Kalaupun ada, pendidikan lebih kepada ajang kumpul-kumpul untuk menguatkan dukungan.

Selain itu, lanjut Mihradi, ia mengaku jarang melihat adanya kegiatan pendidikan politik bagi publik. Selama ini, publik hanya disuguhi kampanye dan janji-janji penuh dugaan aroma politik uang. Bahkan, yang cukup memprihatinkan adalah banyaknya kepala daerah yang bukan dari kader partai pengusungnya.

“Ini menunjukkan minimnya kaderisasi tokoh mumpuni dari internal parpol,” ungkapnya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Mihradi memiliki perspektif bahwa parpol tak lagi dapat menjalankan fungsi agregasi dan artikulator kepentingan publik, melainkan terjebak dalam skandal kartel, rente dan korupsi politik. Parahnya lagi, kondisi ini telah menjadi konsumsi publik sebagaimana terlihat pada kasus-kasus yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Masalah kewajiban parpol tak berhenti sampai di situ. Mihradi juga mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaporan dana bantuan APBN, karena dana tersebut berasal dari uang rakyat. Sehingga, transparansi laporan pengelolaan dana tersebut sangat dibutuhkan, untuk mencegah terjadinya penyelewengan. Padahal, dalam Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, mewajibkan parpol untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari APBN dan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sekali dalam setahun.

Ia menambahkan, parpol wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan audit dana oleh akuntan publik, yang meliputi laporan realisasi anggaran,neraca dan arus kas keuangan. Sayangnya, UU Nomor 2 Tahun 2011 tidak mengatur sanksi bagi parpol yang melanggar pelaporan keuangan. Oleh karenanya, pengawasan mengenai keuangan partai hanya bergantung pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga audit lainnya.

Sementara itu, ketika dikonfirmasi kepada beberapa parpol, hanya Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memberikan komentar. Ketua DPC Gerindra Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan mengklaim partainya telah melaksanakan kebijakan sesuai dengan peruntukan. Di antaranya, untuk kesekretariatan dan pembinaan serta pelatihan politik di masing-masing pengurus anak cabang (PAC).(ric)
 
 
 

Tidak ada komentar: