|
|
|
Sabtu, 28 April 2012 , 09:51:00
http://www.radar-bogor.co.id/index.php?rbi=berita.detail&id=94195
|
CIBINONG-Partai politik (parpol) berkewajiban
memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, sesuai dengan
undang-undang. Bahkan, untuk melaksanakan pendidikan ini, parpol
mendapatkan kucuran dana dari APBN/APBD. Sayangnya, pengelolaan dana
tersebut dinilai tidak jelas, sehingga kewajiban memberikan pendidikan
politik pun dipertanyakan.
“Sepengetahuan saya, pendidikan politik dalam parpol sangat tidak jelas
dan tidak memadai.Indikatornya, krisis rekrutmen calon pemimpin,” ujar
Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Pakuan, R
Muhammad Mihradi.
Menurut dia, minimnya pendidikan politik juga dikuatkan dengan kenyataan
banyaknya anggota dewan yang minim kapasitas dan kualitas. Termasuk
pula ketiadaan visi dan ideologi parpol yang propublik dan teruji secara
empirik. Kalaupun ada, pendidikan lebih kepada ajang kumpul-kumpul
untuk menguatkan dukungan.
Selain itu, lanjut Mihradi, ia mengaku jarang melihat adanya kegiatan
pendidikan politik bagi publik. Selama ini, publik hanya disuguhi
kampanye dan janji-janji penuh dugaan aroma politik uang. Bahkan, yang
cukup memprihatinkan adalah banyaknya kepala daerah yang bukan dari
kader partai pengusungnya.
“Ini menunjukkan minimnya kaderisasi tokoh mumpuni dari internal parpol,” ungkapnya.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Mihradi memiliki perspektif bahwa
parpol tak lagi dapat menjalankan fungsi agregasi dan artikulator
kepentingan publik, melainkan terjebak dalam skandal kartel, rente dan
korupsi politik. Parahnya lagi, kondisi ini telah menjadi konsumsi
publik sebagaimana terlihat pada kasus-kasus yang ditangani Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).
Masalah kewajiban parpol tak berhenti sampai di situ. Mihradi juga
mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pelaporan dana bantuan
APBN, karena dana tersebut berasal dari uang rakyat. Sehingga,
transparansi laporan pengelolaan dana tersebut sangat dibutuhkan, untuk
mencegah terjadinya penyelewengan. Padahal, dalam Undang-undang (UU)
Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, mewajibkan parpol untuk
menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran yang
bersumber dari APBN dan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
sekali dalam setahun.
Ia menambahkan, parpol wajib membuat laporan keuangan untuk keperluan
audit dana oleh akuntan publik, yang meliputi laporan realisasi
anggaran,neraca dan arus kas keuangan. Sayangnya, UU Nomor 2 Tahun 2011
tidak mengatur sanksi bagi parpol yang melanggar pelaporan keuangan.
Oleh karenanya, pengawasan mengenai keuangan partai hanya bergantung
pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dan lembaga audit lainnya.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi kepada beberapa parpol, hanya Partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang memberikan komentar. Ketua DPC
Gerindra Kabupaten Bogor, Iwan Setiawan mengklaim partainya telah
melaksanakan kebijakan sesuai dengan peruntukan. Di antaranya, untuk
kesekretariatan dan pembinaan serta pelatihan politik di masing-masing
pengurus anak cabang (PAC).(ric)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar