Kamis, 14 Juni 2012

LEGAL DRAFTER: TEORI DAN PENGALAMAN[1] Oleh R. Muhammad Mihradi[2]





Menjadi seorang perancang peraturan perundang-undangan (legal drafter) merupakan keterampilan tersendiri. Pemahaman teori dan ilmu perundang-undangan saja tidak cukup. Dibutuhkan kecakapan untuk menormakan di satu sisi keinginan pemangku kepentingan (stake holders) baik parlemen maupun publik terkait, di sisi lain perlu kejelian untuk merawat prinsip, asas dan konsep hukum dipastikan dimuat dalam rancangan peraturan perundang-undangan yang kita rancang.
Bagir Manan berpendapat, suatu peraturan perundang-undangan dianggap baik bila memenuhi unsur berikut: (1) perumusannya tersusun secara sistematis, bahasa sederhana dan baku; (2) sebagai kaidah, mampu mencapai daya guna dan hasil guna setinggi-tingginya baik dalam wujud ketertiban maupun keadilan; (3) sebagai gejala sosial, merupakan perwujudan pandangan hidup, kesadaran hukum dan rasa keadilan masyarakat. Termasuk disini kemampuannya sebagai faktor pendorong kemajuan dan perubahan masyarakat dan (4) sebagai sub sistem hukum, harus mencerminkan satu rangkaian sistem yang teratur dari keseluruhan sistem hukum yang ada.[3]
Selain hal di atas, perlu pula diperhatikan unsur filosofis, sosiologis dan yuridis suatu pembentukan perundang-undangan. Secara filosofis, pembentukan perundang-undangan harus mencerminkan dua elaborasi masalah pokok yakni apa yang menjadi landasan kekuatan mengikat dari hukum dan atas dasar kriteria apa hukum dapat dinilai keadilannya. Dimensi sosiologis memotret hal-hal terkait sejauhmana pembentukan peraturan perundang-undangan dapat menjawab kebutuhan empiris masyarakat dan dinamikanya, khususnya dalam kerangka dan paradigma hukum sebagai gejala sosial. Pada akhirnya, aspek yuridis mesti menguji draft perundang-undangan yang kita rancang telah memenuhi syarat pemenuhan asas-asas hukum, koherensi dan harmonisasi antar aturan serta sistematika dan penormaan yang baik.[4]
***

Kerangka teori di atas harus diturunkan oleh legal drafter dalam pembentukan perundang-undangan secara cermat dan kontekstual. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelumnya.
Pertama, di saat diusulkan akan dibentuk undang-undang atau perda, seorang legal drafter harus menguji terlebih dahulu, apakah konsep yang diajukan adalah persoalan hukum atau persoalan non hukum/sosial yang penanganannya tidak selalu dengan hukum. Misalnya, apakah etika pemerintahan perlu diatur dalam undang-undang atau hanya pedoman, konsep-konsep moral yang tidak perlu dituangkan dalam undang-undang. Atau, apakah pengaturan tentang perjudian perlu diatur dengan undang-undang atau persoalannya di penegakan hukumnya, karena KUHPidana telah mengatur soal perjudian. Beberapa hal di atas penting ditimbang terlebih dahulu.
Kedua, setelah didapat kepastian bahwa yang ditemukan dan hendak diatur adalah persoalan hukum, maka digunakan pendekatan ROCCIPI untuk menguji, apakah masalah hukum timbul akibat norma hukum yang tidak jelas (rule), atau ada kesempatan untuk melanggar di norma hukum dimaksud (opportunity). Demikian pula, bila ada aturan tidak efektif, apa dikarenakan tidak ada kapasitas (capacity) pelaku dituju aturan (adresat) melaksanakan hukum, atau ada tata nilai (ideology) masyarakat yang tidak akomodatif terhadap hukum. Hal-hal seperti di atas merupakan refleksi yang perlu dilakukan legal drafter.
Ketiga, sebaiknya setelah jelas persoalan hukum dan kebutuhan pembentukan hukum serta dari analisis ROCCIPI telah nampak problematika dasarnya, maka semua hal dimaksud dituangkan dalam naskah akademik. Naskah Akademik berdasarkan petunjuk BPHN disusun dengan didasarkan pada pendahuluan (isinya latar belakang dilengkapi pokok pikiran dan perundang-undangan yang dijadikan dasar aturan, tujuan dan kegunaan hendak dicapai, metode pendekatan dan pengorganisasian), dilanjutkan bab berikutnya ruang lingkup naskah akademik yang berisi ketentuan umum dan materi peraturan perundang-undangan serta terakhir kesimpulan dan saran. Dilengkapi pula oleh kepustakaan.
Keempat, setelah naskah akademik selesai maka semuanya kemudian dituangkan di dalam peraturan perundang-undangan, yang dijabarkan mulai dari konsiderans menimbang, mengingat, ketentuan umum, pasal-pasal, sanksi dan ketentuan penutup berikut peralihan serta penjelasan umum. Prinsipnya harus jelas, norma tidak kabur, mencerminkan perspektif kekinian dan masa depan serta dapat ditegakkan (dienforce).[5]
***
Pengalaman saya sebagai legal drafter, terdapat problem-problem yang tidak selalu teoretik. Pertama, tahapan pembentukan perundang-undangan tidak linear. Seringkali dimintakan membuat draft aturan tanpa naskah akademis. Atau sebaliknya, terdapat draft aturan dan dimintakan dibuat naskah akademis. Hal ini seringkali mempersukar kita melahirkan peraturan perundang-undangan ideal. Kedua, waktu pembentukan aturan yang pendek (draft raperda kasar sering hanya 1 minggu) sehingga menyulitkan lahirnya perundang-undangan yang baik. Ketiga, pengaruh politik kepentingan partisan yang ingin dititipkan menjadi norma peraturan perundang-undangan. Keempat, ketiadaan otonomi legal drafter untuk merawat konsep, prinsip dan asas hukum yang sering terancam dikalahkan oleh politik partisan dan kepentingan. Kelima, minimnya dukungan pendanaan khususnya bagi riset pembentukan peraturan perundang-undangan.


[1] Bahan Kuliah Legal Drafting FH Universitas Pakuan, 16 Juni 2011
[2]Penulis Pengajar Tetap FH Universitas Pakuan, Bogor, Staf Ahli Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Staf Ahli Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bogor untuk Raperda Pendidikan dan Direktur Pusat Studi Hukum dan Demokrasi FH Universitas Pakuan Bogor.
[3]Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1997), hlm.260.
[4] Lihat Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 1999), hlm.119-124 dan untuk teori-teori keadilan dapat dilacak Ronald Dworkin, Taking Rights Seriously, (USA: Universal Law Publishing, 1999).
[5]Lihat Mahendra Putra Kurnia, dkk, Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007). Lihat pula, R. Muhammad Mihradi, “Analisis Sosio Yuridis Terhadap Fungsi Legislasi DPR dan Relasinya Dengan Partisipasi Masyarakat Dalam Konteks Politik Legislasi Nasional”, Makalah, Seminar “Memimpikan Legislasi Yang Partisipatif”, Penyelenggara Koalisi Badan Legislasi Nasional-Daerah, Hotel Harris Jakarta 15 Februari 2006.

8 komentar:

Ozyn mengatakan...

good

Ozyn mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Unknown mengatakan...

Lanjutkan pakk

Unknown mengatakan...

Mantap pak☺️

Irwan mengatakan...

Sangat membantu tulisannya, mantap pak..

Unknown mengatakan...

Terimakasih dan sangat membantu pak 😇🙏

Unknown mengatakan...

🙏🙏🙏

seorang mahasiswi miskin kota mengatakan...

Terima kasih, Pak. Sangat membantu dalam perkuliahan PLKH Legal Darft. semoga bapaka sehat selalu