Senin, 11 Februari 2008

Banjir, Tata Ruang dan Perizinan

Bagi saya---banjir, tata ruang dan perizinan adalah satu paket--yang menyebabkan kerusakan di persada nusantara. Banjir adalah akibat. Banjir menghentikan investor mampir, menambah cost ekonomi terbuang dan macet di mana-mana. Salah satu sumbangan penyebab banjir adalah tata ruang (yang sering terpleset menjadi tata uang) yang tidak konsisten. Berbagai perda tata ruang diubah-ubah demi kepentingan investasi sehingga mengorbankan jalur hijau, situ-situ tempat penampungan air dan ekosistem lingkungan. Kalaupun tata ruang tidak diubah maka perizinan berupa Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) diberikan pada tempat-tempat yang harusnya tidak boleh didirikan demi kelangsungan lingkungan. Semua berujung pada tata uang.
Bagaimana mengubahnya? mesti ada pola pikir revolusioner dan melibatkan semua pihak. Pertama, pemerintah daerah harus bertobat untuk menata kembali daerahnya yang telah rusak tanpa harus pula menimbulkan masalah baru (misalnya menggusur manusia tanpa solusi dari perspektif HAM). Kedua, hentikan perizinan mall-mall, apartemen dan apapun yang tidak sesuai dengan Amdal, tata ruang (yang benar) dan lingkungan hidup sekitar. Ketiga, pertobatan massal antara pengusaha, penguasa dan kita untuk kembali melestarikan lingkungan dengan mengembalikan pada teoritik sistem hukum yang benar, seperti, fungsi izin adalah alat pengendalian dan tata ruang adalah model perencanaan untuk menyeimbangan pembangunan dengan lingkungan (konsepsi suistainable development yang berwawasan lingkungan). Bila itu semua jalan secara memadai, praktis, bumi kembali tersenyum.

Tidak ada komentar: