Rabu, 20 Februari 2008

PARADIGMA

Sebetulnya kita selalu dibentuk dan membentuk paradigma. Ketika kita mengomentari sesuatu maka tidak pernah beranjak dari ruang kosong, selalu ada yang sebelumnya telah memberikan asupan sehingga komentar kita adalah hasil pengolahan pengalaman-pengalaman subyektif--termasuk juga seberapa jauh kita memiliki kekayaan wawasan.

Yang bahaya: wawasan terlalu sempit, emosi kelewat besar dan terlalu percaya diri dengan dua kebodohan tadi. Sayangnya, kita sering tidak sadar pada batas dan warning tadi. Mungkin solusinya, "ada baiknya banyak mendengar, banyak melihat dan menimbang-nimbang", tanpa juga harus mengorbankan momentum.

Nah, terserah kita!

2 komentar:

y S g mengatakan...

komentar berdasarkan wawasan & pengalaman tersebut yang ditujukan terhadap pemikiran sebelumnya jika dilakukan dengan baik, maka dapat mengisi ruangan kosong tersebut dengan disain yang tertata dengan baik. ruangan kosong itu akan lebih baik lagi jika diberi suatu jendela, dimana sekitar dapat melihat serta menjadi ventilasi untuk masuk dan keluarnya udara.

ySg

Mihradi Cendikia mengatakan...

Sepakat---dengan begitu--kita selalu berjalan ke depan dengan mengambil pelajaran (ibroh)masa lalu dan berbuat di masa kini dan nanti secara lebih berkualitas, banyak mengandung gizi dan menjadi otentik. Semua--kata almarhum cak nurcholist---kembali pada diri sendiri (ibda binafsih).