Minggu, 10 Februari 2008

Hukum Di Simpang Kritis

Indonesia--2008--hukumnya masih buruk. Tentu ada sisi terang, tapi tidak terlalu cukup untuk menerangi sisi gelap yang lorongnya terlalu panjang. Sisi terang hukum, ada kasus-kasus korupsi yang mulai diberantas: kasus suap BI, korupsi di kelautan, korupsi DPRD dan Kepala Daerah diberbagai tempat, lahirnya berbagai produk hukum yang cukup progresif (UU Kewarganegaraan, PT, dll). Sayangnya, kasus-kasus tadi dalam korupsi misalnya, masih tebang pilih. Bayangkan, BLBI lambat sekali penindakannya. Suap BI belum menjerat semua dewan gubernur BI dan anggota DPR-nya. Korupsi di lokal pun cenderung tidak holistik. Di Bogor, hanya Sahid (mantan Ketua DPRD) yang dijerat pidana korupsi APBD, padahal di DPRD sifat keputusan kelembagaannya majemuk dan dana APBD tidak mungkin dieksekusi hanya oleh 'seorang Sahid' saja.
Dalam terminologi analisis critical legal studiesnya Marx, maka terjadi pemberantasan korupsi yang diskriminatif. Hukum hanya memihak kelas sosial yang punya uang dan kuasa politik. Bagi yang tidak memiliki itu, maka mudah sekali dijerat. Hukum mulai kehilangan pancaran nilai-nilai keadilan.
Nah---tinggal kita---mau bagaimana bersikap.

Tidak ada komentar: