Jumat, 22 Februari 2008

Reformasi Hukum

Cahaya reformasi makin lama, makin suram. Ada harapan, namun masih terlihat lilin-lilin kecil saja. Kawan saya--yang lawyer--masih berkeluh kesah tentang aparat yang masih doyan duit untuk menegakkan hukum. Tak heran, bila aparat penegak hukum berpenampilan parlente dan mewah hanya diperoleh dari "membisniskan jabatannya".
Bagaimana dengan perguruan tinggi? Masih ada idealisme tapi itu pun megap-megap. Jika akademisi idealis banget--ia memang harus meminjam tenaga hero superman. Karena, bila ikut cerita film india, tuan takur yang lalimnya kebanyakan. Amunisi sedikit dan siapa sich hari gini yang masih tertarik diceramahi etika profesi (yang hanya ada di kursus advokat tapi sulit ketemu di realitas).
Harapan masih ada, karena globalisasi, katanya, mau membusukkan semua yang buruk dan tidak profesional. Ada standarisasi iso, ada peluang bila rule of law tidak tegak, investor kabur. Jadi, mungkin bila kita dipaksa keadaan, perubahan bisa saja terjadi. Sayangnya, globalisasi juga punya dua wajah: bisa bagus--karena profesionalitas, bisa jelek karena kapitalisme makin subur sehingga siapa yang punya modal berhak hidup, yang miskin mesti ke pinggir dan negara asia menjadi kompetisi berdarah-darah: pilihannya hidup dan mati.
Lepas dari itu semua, di ruang sunyi keilmuan, saya mengendapkan semua harapan. Andai waktu bisa mempersingkat semua proses menuju kebaikan. Entahlah.

Tidak ada komentar: