Senin, 18 Februari 2008

Obituari (Pribadi) Prof.Dr. Koesnadi Hardjasoemantri,SH ML

SAAT kumenyusuri deretan rak buku di Gramedia Matraman, kutemukan satu buku mengenai Prof. Koesnadi Hardjasoemantri, berjudul Menebar Budi, Menuai Sahabat, terbitan Yayasan Koesnadi Hardjasoemantri, 2007. Di dalam buku tersebut, berserakan opini sahabat-sahabat dan tokoh-tokoh terhadap Prof. Koesnadi, seperti Adnan Buyung Nasution, Hikmahanto Juwana, Maria Hartiningsih (Wartawati Kompas), Moh.Mahfud, Gayus Lumbuun dan sebagainya. Bergetar juga saya membacanya. Di dalam buku yang didedikasikan untuk menghormatinya yang meninggal akibat jatuhnya pesawat Garuda GA-200 rute Jakarta Yogyakarta pada Rabu 7/Maret/2007.
Dari segi kerabat, Prof. Koesnadi adalah masih terbilang garis kakek dengan saya, karena orang tua Prof. Koesnadi yakni Gaos Hardjasoemantri adalah adik dari Ibu Onik yang merupakan nenek dari ayah orang tuaku (ayah ibuku), yakni TA Sambas Wiriamihardja. Jadi, saya sering menyebut kakenda.
Terus terang--dengan kedukaan yang dalam--saya dengan Kakek Prof. Koesnadi tidak sering berjumpa. Namun, setiap perjumpaan mewakili sebuah kesan kuat dan motivasi luar biasa. Ia selalu bilang "tekunlah mendalami ilmu dan rajin membaca" merupakan bekal yang tak pernah hilang. Kejujuran dan kesederhanaannya luar biasa. Meski pernah menjadi anggota MPR, Rektor UGM, Direktur Pasca Sarjana FHUI, Atase Pendidikan di Belanda dan sebagainya, namun tetap rendah hati. Selalu menyapa dengan senyum lebarnya dan memotivasi diri ini agar meneruskan studi. Sungguh jejak langkahnya ingin kuikuti meski tak mungkin rasanya menyamai prestasinya yang luar biasa.
Prof. Koesnadi, guru besar hukum lingkungan yang bukunya menjadi wajib disemua perguruan tinggi, memang telah meninggalkan kita. Namun cahaya prestasinya dan pengorbanannya yang luar biasa tak kan terlupakan. Terakhir, sebelum tiada, ia ingin mengembangkan Universitas Gunung Kidul yang selama ini dibiayai dari honorariumnya untuk menjadi perguruan tinggi yang mampu menampung masyarakat Gunung Kidul yang dikenal minus. Sungguh sebuah teladan yang terketuk-ketuk di dalam diri ini.

Tidak ada komentar: