Senin, 11 Februari 2008

Perlindungan Hukum Bagi Nelayan

Prihatin. Demikian awal perjalananku bertemu dengan problem yuridik nelayan. Saya--yang baru belakangan ini---agak serius membongkar-bongkar aspek hukum tentang perlindungan nelayan, menemukan banyak hal yang menggenaskan. Pertama, nelayan tidak tersedia cukup jaminan yuridis bila misalnya terjadi sengketa antar daerah dalam penangkapan ikan. Kedua, nelayan tidak punya asuransi misalnya, bila terjadi musibah menimpa dirinya dalam menangkap ikan. Ketiga, terjadinya kompetisi tidak sehat antara nelayan tradisional dan nelayan modern di jalur penangkapan ikan yang cukup sempit (yang menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392/1999 tentang Jalur Penangkapan Ikan) biasanya nelayan kecil bergerak di jalur penangkapan ikan I (3-6 mil).
Anehnya--bin ajaib--tidak terlalu cukup banyak ahli hukum yang mendalami sektor perikanan. Memang ada beberapa pakar yang cukup concern seperti Prof. Hashim Jalal atau Prof. Mieke Komar dari Unpad, tapi itu amat tidak cukup dalam mengatasi kompleksitas bidang perikanan. Apalagi, dengan adanya peradilan perikanan (sesuai amanat Uu No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan) harusnya tersedia cukup ahli hukum berkenaan dengan perikanan dan laut. Dan ajaibnya lagi--mayoritas--negara kita terdiri dari kepulauan dan dikepung oleh lautan.
Bagi saya, keprihatinan ini senantiasa menjadi tantangan untuk mengembangkan kajian hukum di bidang kelautan dan perikanan. Dengan demikian, kita mampu mendukung konsepsi wawasan nusantara secara memadai.

(Sebuah refleksi kecil saat terlibat proyek "Penyusunan Peta jalur Penangkapan Ikan di Perairan Kalimantan Timur" dimana saya diminta jadi konsultan hukum oleh Direktorat Sumber Daya Ikan Ditjen Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan dari bulan Oktober hingga Desember 2007 dibawah bendera PT Sinar Sakti Nusaraya).

Tidak ada komentar: