Minggu, 10 Februari 2008

Perempuan

Ibu dan adik saya perempuan. Istri saya, perempuan. Kawan-kawan saya banyak perempuan. Semua menampilkan keteduhan dan kelembutan; namun tetap saja itu tidak menghentikan kesan "misterius" dibalik merengutnya, manjanya atau marahnya.
Tapi mungkin---bagi perempuan--pria juga misterius.
Perempuan, bagi saya, adalah wahana inspirasi, medium tempat bertukar sapa dengan semua pernik-pernik hidup. Halte di mana kita tidak terlampau penat dengan waktu yang makin kejam menggores.
Namun, dibalik perempuan dan segala respon personal saya, harus diakui secara publik, perempuan masih bertemu kompleksitas problem (yang mungkin rumitnya sama dengan kehidupan pria). Pertama, perempuan masih belum diberi ruang memadai di dunia perpolitikan (yang sering dikonotasikan ruang maskulin--dan ini salah kaprah). Akibatnya, siapa yang mewakili kepentingan konstituen perempuan misalnya soal-soal dampak sembako naik terhadap stabilitas rumah tangga, pilihan ber KB, masih banyaknya gizi buruk dan ibu-ibu hamil yang didera kemiskinan sehingga sulit mendapat akses kesehatan yang baik. Kedua, perempuan akibat faktor kultur, tradisi, dan budaya patriarki dimarjinalkan dalam kehidupan politik yang sebenarnya punya potensi untuk mengembangkan ekspresi politik diruang publik untuk konstituennya. Ketiga, kekerasan dalam rumah tangga sering yang menjadi korban(victim) adalah perempuan demikian pula pada kejahatan human traficcking. Keempat, perempuan masih diparadigmakan dalam teks objek dan bukan subjek. Lihatlah berbagai sinetron, kompetisi putri-putrian dan drama-drama percintaan yang seringkali tergelincir pada pengkonotasian "lemahnya" kapasitas perempuan dan citra-citra diskriminatif (misalnya cantik itu putih berkat ponds institute).
Nah, menurut saya, perlu affirmative action untuk itu. Caranya, di ruang publik, kelembagaan negara, semua harus memberikan kemungkinan akses perempuan disana secara fair. Selain itu, perlu diberikan kesempatan untuk melakukan apapun demi martabatnya tentu dengan batas-batas yang diterima secara rasional dan terbuka.
Jadi, wahai perempuan, mari membangun negeri menjadi lebih sehat.

Tidak ada komentar: